Senin, 11 Maret 2013

Coba Tengok Jepang

vita


Oleh : VITA DEVIANTRI
(Mahasiswi Program Studi Pendidikan Matematika FPMIPA UPI)


PENDIDIKAN tidak lepas dari upaya mendukung kesejahteraan manusia, baik individu maupun kelompok. Sistem pendidikan yang dijalankan di suatu negara pada akhirnya akan membuahkan kontribusi yang signifikan, baik dalam ekonomi, politik, dsb. Pembaruan sistem pendidikan juga merupakan upaya meningkatkan kualitas peserta didik sehingga potensi-potensi yang ada dapat lebih tergali dan mereka mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata, tentu saja disertai kegigihan dari pihak-pihak yang terkait dalam pendidikan.
Kita bisa meninjau salah satu negara maju yang namanya sudah mendunia dari kegigihan dan kekuatan tekadnya, yaitu negara Jepang. Sistem pendidikan di Jepang kala ini adalah sistem pendidikan yang berfokus pada pengembangan pribadi siswa, baik akademik maupun non-akademik. Mungkin hal ini tidak ada bedanya dengan fokus sistem pendidikan di Indonesia, namun kita harus menelusurinya lebih lanjut. Prioritas pendidikan utama di Jepang adalah tercapainya keharmonisan antara pribadi siswa dan kemampuan mereka untuk bekerja sama dengan orang lain. Bedanya dengan Indonesia, Indonesia masih berfikir tertutup namun cenderung memiliki egoisme yang tinggi. Suatu kalangan di Indonesia hanya ingin bekerja sama dengan yang memiliki karakter dan tujuan yang sama. Sedangkan di Jepang, mereka bekerja sama untuk menyatukan perbedaan, berbagi pengetahuan dengan orang lain, dan baru menemukan tujuan yang sama di akhir dan berjalan bersama-sama mencapai tujuan itu.
Dalam aktivitas pendidikan di Jepang, terutama dalam hal meningkatkan kualitas pendidikan, khusus untuk calon guru, pemerintah Jepang membekali mahasiswa dengan training mengajar yang dilaksanakan setiap tiga bulan per tahun dan wajib mereka ikuti. Menariknya, biaya training ini ditanggung pemerintah. Artinya, selama tujuh semester kuliah pendidikan, sudah dicapai waktu training minimal sembilan bulan. Di Indonesia, mata kuliah percobaan mengajar hanya satu kali dilakukan pada semester akhir, kira-kira di semester tujuh.  Artinya, selama tujuh semester kuliah pendidikan, baru dicapai waktu percobaan mengajar maksimal enam bulan. Perbandingan Indonesia dan Jepang ini dihitung jika mahasiswa kuliah dalam jangka waktu normal, kurang lebih empat tahun.
Dalam aktivitas pendidik dan peserta didik, salah satunya Jepang melaksanakan pendidikan karir (kyaria kyouiku) anak SD. Pendidikan karir ini tidak dijadikan sebagai pelajaran utama, namun lebih seperti pelajaran tambahan yang dilakukan dua jam seminggu. Arti pendidikan karir anak SD ini tidak seperti yang kita pikirkan bahwa anak SD sudah dilatih bekerja. Guru SD di Jepang sudah memperkenalkan arti bekerja kepada muridnya, kemudian perlahan murid-murid diajak merangkai masa depannya. Guru menanyakan cita-cita pada muridnya dan meminta murid untuk menuliskan janji dalam selembar kertas yang isinya upaya untuk mencapai cita-cita tersebut. Misalnya ketika seorang murid bercita-cita menjadi komikus, maka ia menulis janji dalam selembar kertas yang isinya, “Aku berjanji akan berlatih membuat komik selama satu jam sehabis pulang sekolah”. Guru-guru yang sesuai minat murid senantiasa mengawasi janji murid itu. Artinya, guru seni akan mengawasi janji murid yang ingin menjadi komikus itu, apakah ia berlatih membuat komik atau tidak. Contoh lain, ketika seorang murid bercita-cita menjadi pemain sepak bola, maka ia menulis, “Aku berjanji akan berlatih bermain bola seminggu sekali selama tiga jam”, maka guru olahraga akan mengawasi janji murid yang ingin menjadi pemain sepak bola ini, apakah ia berlatih bermain bola atau tidak. Kita mengetahui bahwa cita-cita anak kecil memang masih mengambang bahkan belum serius, namun tujuan pendidik disini adalah menanamkan rasa tanggung jawab dan menanamkan kegigihan kepada peserta didik untuk berusaha menggapai cita-citanya itu, bukan sekedar bercita-cita tanpa tahu upaya yang harus dilakukan. Menurut saya, ini merupakan terobosan yang baik untuk lebih mendekatkan siswa kepada kehidupan nyata, untuk lebih mempermudah mereka menentukan masa depannya dan mempersiapkan diri sejak dini.
Mengenai masalah belajar individu, Jepang sangat terlihat kerajinannya dan ketekunannya dalam belajar. Mayoritas orang Jepang sangat tekun belajar dan yang malas hampir dapat dihitung. Di Jepang, mayoritas masyarakatnya terutama yang masih mengenyam pendidikan memiliki meja belajar. Bahkan, siswa-siswa sekolah yang secara kemampuan ekonomi masih rendah, tetap menabung uang tak lain untuk membeli meja belajar. Di Jepang, seolah-olah meja belajar merupakan kebutuhan utama, padahal banyak orang berpikir, termasuk saya, belajar itu bisa di meja apa saja, tidak harus di meja belajar, asal kita bisa menulis dan belajar. Penjelasan ini lebih lanjut diutarakan di acara reality show salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia, dan kebetulan saya sendiri menontonnya. Acara reality show itu  sedang mewawancarai salah seorang siswa SMA di Jepang. Sang pembawa acara bertanya, “Mengapa mayoritas siswa sekolah di Jepang memiliki meja belajar? Padahal, belajar itu bisa dimana saja bukan? Menurutmu, apa arti meja belajar?”. Kemudian siswa SMA Jepang itu menjawab, “Memang kita bisa belajar dimana saja, mungkin kita bisa belajar tanpa meja. Namun, belajar itu perlu situasi yang kondusif supaya apa yang kita pelajari dapat dipahami dengan baik. Selain itu, di negara kami, belajar bukan merupakan aktivitas, namun sudah menjadi budaya. Belajar merupakan sesuatu yang utama bagi kami. Sama halnya ketika seorang anak sangat suka menggambar, walau gambar itu tidak perlu diwarnai, pasti anak itu akan berkeinginan memiliki pensil warna.”. Ketika siswa Jepang itu menjawab, saya begitu terkagum bahwa Jepang begitu menganggap belajar merupakan hal utama dan merupakan budaya. Bukan masalah meja belajar, namun meja belajar itu merupakan bentuk kesungguhan mereka berupaya memahami materi pembelajaran dengan baik.
Berdasarkan beberapa uraian yang telah dijelaskan di atas, itu hanyalah sebagian kecil dan sederhana dari upaya pendidikan di Jepang, selebihnya masih banyak lagi. Namun, luar biasanya hal sesederhana itu bisa merubah keadaan masyarakat di Jepang. Intinya, Jepang terus melakukan upaya untuk meningkatkan pendidikan dan kesejahteraan masyarakatnya walau dari hal yang kecil. Tetapi, apabila hal kecil dilakukan secara tegas dan terus-menerus, nantinya akan menjadi besar dan membawa perubahan. Indonesia juga tidak perlu memikirkan hal yang besar untuk dilakukan, yang terpenting adalah kemauan mengembangkan potensi. Kemajuan suatu negara bukan karena potensi yang dimiliki, tetapi bagaimana upaya negara mengembangkan potensi tersebut. Ibarat kata, “Pisau yang tumpul akan menjadi tajam apabila ia diasah terus-menerus.”. Indonesia mungkin bisa merubah keadaannya menjadi lebih baik apabila kedisplinan dan tekad ditanamkan dan terus dilakukan dalam kehidupan. Pendidikan bukan hanya belajar dan belajar, namun juga pengembangan dan aplikasi di lapangan dan kehidupan nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari Budayakan Berkomentar yang Baik, Sopan, dan Ramah, Sesuai Budaya Indonesia.

WENDA ALIFULLOH Produksi 2021