Minggu, 13 Oktober 2013

ESSAY : Tes Keperawanan Sebagai Syarat Memasuki SMA/SMK/Sederajat

Apabila teman-teman menginginkan File ini, silahkan koment dan tinggalkan e-mail. karena blog ini diseting untuk tidak bisa di Copy-Paste, terimakasih.

Oleh : TIM Debat JURDIKMAT UPI

OUTLINE ESSAY :
1.   PENDAHULUAN
2.   ISI :
a. Isu Tes Keperawanan Sebagai Syarat Memasuki SMA/SMK/Sederajat Berdasarkan Pemberitaan Media dan penafsiran awal dari Masyarakat
b.   Isu Tes Keperawanan Sebagai Syarat Memasuki SMA/SMK/Sederajat Berdasarkan Kebenaran yang sesungguhnya
c.   Tes Keperawanan Sebagai Syarat Memasuki SMA/SMK/Sederajat dalam Pandangan TIM.
3.   PENUTUP

1.    PENDAHULUAN :
Akhir-akhir ini dunia pendidikan tengah menghadapai Isu tentang pelaksanaan tes keperawanan sebagai syarat memasuki SMA/SMK/Sederajat. Kasus yang terjadi di daerah Prabumulih Sumatera Selatan ini, sebelumnya Pernah menjadi wacana Anggota DPR Jambi pada tahun 2010. Karena hal itulah, maka presepsi masyarakat terhadap kasus di daerah prabumulih tersebut berkaitan dengan sebuah kebijakan yang akan diterapkan di dunia pendidikan Indonesia, bahkan Timbul kabar yang menyatakan bahwa Wacana Tes Keperawanan telah dimasukkan kedalam APBD 2014 oleh Kadisdik Kota Prabumulih, tersebut.
Maraknya kabar dan respon masyarakat berkenaan dengan Isu Tes Keperawanan sebagai syarat untuk memasuki SMA/SMK/Sederajat ditambah dengan cepatnya informasi tersebar melalui pelbagai media, maka informasi Ini pun tersebar luas keseluruh daerah di negeri ini. Hingga pada akhirnya banyak tudingan negatif terhadap Kemdikbud yang diikuti penolakan terhadap Wacana tersebut.
Dalam essay ini, kami mencoba menjelaskan duduk permasalahan kembali merebaknya isu mengenai Tes keperawanan guna syarat masuk SMA/SMK/Sederajat yang 2010 lalu pernah diwacanakan namun tidak distujui tersebut. Termasuk kronologi yang menyebabkan kasus ini menjadi sebuah Coretan merah di dunia Pendidikan Indonesia. serta dalam essay ini kami mencoba memaparkan pendapat mengenai perlu atau tidaknya Tes Keperawanan ini dilakukan.

2.    ISI
A.              Isu Tes Keperawanan Sebagai Syarat Memasuki SMA/SMK/Sederajat Berdasarkan Pemberitaan Media dan penafsiran awal dari Masyarakat
Salah satu isunya ialah adanya wacana diadakan Tes Keperawanan sebagai syarat penerimaan siswi baru untuk tingkat SMA/SMK/Sederajat. Isu ini muncul dan menyebar dengan cepat melalui media massa, terutama melalui social media. Isu ini pertama kali diinformasikan oleh sumsel.tribunnews.com pada tanggal 18 Agustus 2013. Kemudian diikuti oleh media massa yang lain seperti Kompas, Detik.com, dan lain-lain.
Diberitakan bahwa Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Prabumulih akan mebuat kebijakan yang mewajibkan semua siswi di Prabumulih untuk mengikuti tes keperawanan sebagai respons dari banyaknya kasus siswi sekolah yang berbuat mesum dan melakukan praktek prostitusi. Dana untuk tes ini akan diajukan untuk APBD 2014. Pernyataan ini bersumber dari Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Prabumulih, HM Rasyid.
Wacana yang dianggap nyeleneh ini mengundang tanda tanya di masyarakat mengenai tujuan, proses, dan manfaat dari tes tersebut. Karena hal tersebut tidaklah relevan dengan pendidikan itu sendiri. Kemudian bermunculan opini dan kritik masyarakat di berbagai media sebagai bentuk penentangan atas wacana tersebut.
Penentangan masyarakat terjadi karena dianggap mencabut hak siswa yang sudah tidak perawan untuk mengenyam pendidikan, menyalahi privasi siswi, membengkakkan anggaran negara. Menurut pandangan publik, memangnya kalau terbukti sudah tidak perawan, lalu calon siswi tersebut tidak boleh sekolah? Dan jika benar tes itu dilakukan oleh lembaga, maka sudah pasti data para calon siswi ada pada pihak sekolah atau dinas. Jika seperti itu, walaupun data dirahasiakan oleh pihak sekolah atau dinas, status setiap calon siswi yang tidak lulus akan dipertanyakan apakah calon siswi tersebut tidak lulus karena faktor akademik atau karena faktor keperawanan? Hal ini akan membuat calon siswi merasa tertekan dan malu karena terlepas dari masalah ia masih perawan atau tidak, privasinya telah diganggu.
Dalam waktu beberapa hari saja, mulai banyak pihak yang mengaitkan kasus ini sebagai kelanjutan ini daripada wacana mengenai hal yang sama pada tahun 2010 lalu. Hal ini semakin diperparah dengan diberitakannya opini dari tokoh dari beberapa institusi seperti PPP, PKS, dan MUI yang pro dengan wacana ini. Masyarakat pun geram dan mulai mengolok-olokkan ketiga institusi tadi di berbagai social media. Bahkan ada membuat isu ini menjadi bahan lelucon dan menyinggung SARA. Hinga akhirnya masyarakat memunculkan petisi terhadap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI supaya membatalkan wacana tersebut. Kehebohan ini menyebabkan isu ini tersebar hingga ke luar negeri.
Tidak ada pendapat yang diberitakan selain dari Kadisdik hingga akhirnya timbul tanggapan bahwa warga dan pejabat Prabumulih mendukung wacana ini. Banyak pihak, baik tokoh nasional maupun selebriti dan juga masyarakat yang menghujat warga dan pejabat Prabumulih  melalu social media. Padahal banyak pihak seperti PNS, Legislator, MUI, dan warga Prabumulih sendiri yang menentang Tes Keperawanan tersebut namun tidak dimintai pendapat oleh wartawan.


B.     Isu Tes Keperawanan Sebagai Syarat Memasuki SMA/SMK/Sederajat Berdasarkan Kebenaran yang sesungguhnya
Baru-baru ini seorang pemilik akun twitter @robbysnt menyampaikan informasi bahwa sebenarnya berita mengenai wacana Tes Keperawanan tersebut adalah berita palsu. Informasi yang disampaikan bersumber dari klarifikasi Kadisdik Kota Prabumulih sendiri dan situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Berdasarkan kedua situs tersebut dan sumber yang lainnya dapat kami rangkumkan kronologis yang sebenarnya sebagai berikut:
a. Penggagalan jual-beli gadis di bawah umur untuk tujuan prostitusi oleh aparat.
b. Ditangkap enam gadis sebagai korban Human Trafficking. Tiga diantaranya berstatus pelajar.
c. Pelaku menuduh bahwa gadis yang dia jual sudah tidak perawan.
d. Orangtua dari pelajar korban trafficking tidak terima dan berencana untuk membuktikan bahwa tuduhan pelaku atas anaknya tidak benar melalui Tes Keperawanan.
e. Wartawan menyampaikan berita tersebut kepada Kadisdik Prabumulih karena keenam gadis tersebut masih berstatus sebagai siswi di SMA di Prabumulih.
f. Kadisdik berkomentar, “Kasus itu menimpa siswi sekolah dalam beberapa hari terakhir ini sudah cukup pelik. Kita tak mau kasus itu terulang lagi. Mengenai perlunya Tes Keperawanan bagi siswi sekolah, tentu kita harus MEMBAHASNYA LAGI.”
g. Berdasarkan komentar Kadisdik mengenai kasus tersebut timbul penafsiran  bahwa Kemdikbud berwacana untuk melaksanakan Tes Keperawanan sebagai salah satu syarat penerimaan murid baru tingkat SMA/SMK/Sederajat dan mulai dilaksanakan di salah satu SMA di Prabumulih tempat siswi yang dituduh sudah tidak perawan itu bersekolah.
h. pada intinya, Tes Keperawanan tersebut adalah inisiatif orang tua korban trafficking sendiri. Dan Kadisdik malah meminta supaya Tes Keperawanan dibahas dulu dalam artian bukan untuk dimantapkan namun ditinjau ulang apakah perlu atau tidak.

C.    Tes Keperawanan Sebagai Syarat Memasuki SMA/SMK/Sederajat dalam Pandangan TIM
Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari berbagai sumber, dapat disimpulkan bahwa isu mengenai wacana Tes Keperawanan tersebut tidaklah benar adanya. Sesuai dengan klarifikasi dari Kemdikbud, isu tersebut muncul akibat dari kesalahpahaman antara media dan publik terhadap dukungan moril yang diberikan Kadisdik Kota Prabumulih kepada orangtua sisiwi yang akan melakukan Tes Keperawanan anaknya secara sepihak. Dukungan ini guna memastikan apakah siswi yang terjaring dalam razia penggagalan trafficking tersebut belum terjun dalam praktik Prostitusi.
Dari kasus ini Dapat diambil pelajaran agar media lebih kritis dan akuntabel dalam menginformasikan berita kepada publik, sedangkan publik sendiri harus lebih selektif dalam menyaring informasi dan berhati-hati dalam beropini terutama di media sosial maupun di media massa lainnya.
Tes Keperawanan tidaklah perlu diadakan sebagai syarat memasuki SMA/SMK/Sederajat, karena apabila hal tersebut direalisasikan maka akan merenggut hak atas pendidikan yang telah diatur secara jelas dalam pasal 28C ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, begitu pula dalam pasal 12 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam undang-undang tersebut disebutkan begitu mendasarnya hak untuk memperoleh pendidikan, hingga hak itu diatur dalam konstitusi sebagai hak konstitusi warga negara. Selain itu, tes keperawanan juga tidak sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional no 20 tahun 20013 pasal 4 ayat 1, yaitu, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Serta pasal 5 ayat 5, yaitu, setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Ketika tes keperawanan menjadi salah satu parameter untuk melakukan seleksi atas layak-tidaknya seorang siswi melanjutkan pendidikan ke SMA sederajat, hal tersebut secara nyata telah mencederai hak dan HAM warga negara.


3.    PENUTUP :

Kita telah membandingkan presepsi public yang beredar dan juga hal sebenarnya yang terjadi di Kota Prabumulih, dimana Awal mula muncul berita mengenai Wacana tes keperawanan sebagai syarat memasuki SMA/SMK/Sederajat. Hingga kita dapat mengatakan bahwa wacana ini hanyalah akibat kesimpangsiuran yang terjadi dalam pemberitaan dan kemudahan beredarnya sebuah berita keseluruh pelososk negeri. Harapan terwujudnya kerjasama yang baik antar elemen dalam kehidupan bermasyarakat mengenai sebuah Kasus diharapkan akan lebih ‘dewasa’ lagi setelah di klarifikasinya kasus ini oleh Kemdikbud. Bagaimanapun Tes Semacam ini tidak layak dijadikan sebagai syarat memasuki SMA/SMK/Sederajat.

3 komentar:

Mari Budayakan Berkomentar yang Baik, Sopan, dan Ramah, Sesuai Budaya Indonesia.

WENDA ALIFULLOH Produksi 2021