Apabila teman-teman menginginkan File ini, silahkan koment dan tinggalkan e-mail. karena blog ini diseting untuk tidak bisa di Copy-Paste, terimakasih.
Oleh : TIM Debat JURDIKMAT UPI
OUTLINE ESSAY :
1. PENDAHULUAN
2. ISI :
a. Isu Tes Keperawanan Sebagai Syarat Memasuki
SMA/SMK/Sederajat Berdasarkan Pemberitaan Media dan penafsiran awal dari Masyarakat
b. Isu Tes Keperawanan
Sebagai Syarat Memasuki SMA/SMK/Sederajat Berdasarkan Kebenaran yang
sesungguhnya
c. Tes
Keperawanan Sebagai Syarat Memasuki SMA/SMK/Sederajat dalam Pandangan TIM.
3. PENUTUP
1.
PENDAHULUAN :
Akhir-akhir
ini dunia pendidikan tengah menghadapai Isu tentang pelaksanaan tes keperawanan
sebagai syarat memasuki SMA/SMK/Sederajat. Kasus yang terjadi di daerah
Prabumulih Sumatera Selatan ini, sebelumnya Pernah menjadi wacana Anggota DPR
Jambi pada tahun 2010. Karena hal itulah, maka presepsi masyarakat terhadap
kasus di daerah prabumulih tersebut berkaitan dengan sebuah kebijakan yang akan
diterapkan di dunia pendidikan Indonesia, bahkan Timbul kabar yang menyatakan
bahwa Wacana Tes Keperawanan telah dimasukkan kedalam APBD 2014 oleh Kadisdik
Kota Prabumulih, tersebut.
Maraknya
kabar dan respon masyarakat berkenaan dengan Isu Tes Keperawanan sebagai syarat
untuk memasuki SMA/SMK/Sederajat ditambah dengan cepatnya informasi tersebar
melalui pelbagai media, maka informasi Ini pun tersebar luas keseluruh daerah
di negeri ini. Hingga pada akhirnya banyak tudingan negatif terhadap Kemdikbud
yang diikuti penolakan terhadap Wacana tersebut.
Dalam essay
ini, kami mencoba menjelaskan duduk permasalahan kembali merebaknya isu
mengenai Tes keperawanan guna syarat masuk SMA/SMK/Sederajat yang 2010 lalu
pernah diwacanakan namun tidak distujui tersebut. Termasuk kronologi yang
menyebabkan kasus ini menjadi sebuah Coretan merah di dunia Pendidikan
Indonesia. serta dalam essay ini kami mencoba memaparkan pendapat mengenai
perlu atau tidaknya Tes Keperawanan ini dilakukan.
2.
ISI
A.
Isu Tes Keperawanan Sebagai Syarat Memasuki SMA/SMK/Sederajat Berdasarkan
Pemberitaan Media dan penafsiran awal dari Masyarakat
Salah satu isunya ialah adanya wacana diadakan Tes Keperawanan sebagai
syarat penerimaan siswi baru untuk tingkat SMA/SMK/Sederajat. Isu ini muncul
dan menyebar dengan cepat melalui media massa, terutama melalui social media. Isu ini pertama kali
diinformasikan oleh sumsel.tribunnews.com
pada tanggal 18 Agustus 2013. Kemudian diikuti oleh media massa yang lain
seperti Kompas, Detik.com, dan lain-lain.
Diberitakan bahwa Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Prabumulih akan mebuat
kebijakan yang mewajibkan semua siswi di Prabumulih untuk mengikuti tes
keperawanan sebagai respons dari banyaknya kasus siswi sekolah yang berbuat
mesum dan melakukan praktek prostitusi. Dana untuk tes ini akan diajukan untuk
APBD 2014. Pernyataan ini bersumber dari Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik)
Kota Prabumulih, HM Rasyid.
Wacana yang dianggap nyeleneh ini
mengundang tanda tanya di masyarakat mengenai tujuan, proses, dan manfaat dari
tes tersebut. Karena hal tersebut tidaklah relevan dengan pendidikan itu
sendiri. Kemudian bermunculan opini dan kritik masyarakat di berbagai media
sebagai bentuk penentangan atas wacana tersebut.
Penentangan masyarakat terjadi karena dianggap mencabut hak siswa yang
sudah tidak perawan untuk mengenyam pendidikan, menyalahi privasi siswi,
membengkakkan anggaran negara. Menurut pandangan publik, memangnya kalau
terbukti sudah tidak perawan, lalu calon siswi tersebut tidak boleh sekolah?
Dan jika benar tes itu dilakukan oleh lembaga, maka sudah pasti data para calon
siswi ada pada pihak sekolah atau dinas. Jika seperti itu, walaupun data
dirahasiakan oleh pihak sekolah atau dinas, status setiap calon siswi yang
tidak lulus akan dipertanyakan apakah calon siswi tersebut tidak lulus karena
faktor akademik atau karena faktor keperawanan? Hal ini akan membuat calon
siswi merasa tertekan dan malu karena terlepas dari masalah ia masih perawan
atau tidak, privasinya telah diganggu.
Dalam waktu beberapa hari saja, mulai banyak pihak yang mengaitkan kasus
ini sebagai kelanjutan ini daripada wacana mengenai hal yang sama pada tahun
2010 lalu. Hal ini semakin diperparah dengan diberitakannya opini dari tokoh
dari beberapa institusi seperti PPP, PKS, dan MUI yang pro dengan wacana ini.
Masyarakat pun geram dan mulai mengolok-olokkan ketiga institusi tadi di
berbagai social media. Bahkan ada
membuat isu ini menjadi bahan lelucon dan menyinggung SARA. Hinga akhirnya
masyarakat memunculkan petisi terhadap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
supaya membatalkan wacana tersebut. Kehebohan ini menyebabkan isu ini tersebar
hingga ke luar negeri.
Tidak ada pendapat yang diberitakan selain dari Kadisdik hingga akhirnya
timbul tanggapan bahwa warga dan pejabat Prabumulih mendukung wacana ini.
Banyak pihak, baik tokoh nasional maupun selebriti dan juga masyarakat yang
menghujat warga dan pejabat Prabumulih
melalu social media. Padahal
banyak pihak seperti PNS, Legislator, MUI, dan warga Prabumulih sendiri yang
menentang Tes Keperawanan tersebut namun tidak dimintai pendapat oleh wartawan.
B. Isu Tes Keperawanan
Sebagai Syarat Memasuki SMA/SMK/Sederajat Berdasarkan Kebenaran yang
sesungguhnya
Baru-baru ini seorang pemilik akun twitter @robbysnt menyampaikan informasi
bahwa sebenarnya berita mengenai wacana Tes Keperawanan tersebut adalah berita
palsu. Informasi yang disampaikan bersumber dari klarifikasi Kadisdik Kota
Prabumulih sendiri dan situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Berdasarkan kedua situs tersebut dan sumber yang lainnya dapat kami rangkumkan
kronologis yang sebenarnya sebagai berikut:
a. Penggagalan jual-beli gadis di bawah umur untuk tujuan
prostitusi oleh aparat.
b. Ditangkap enam gadis sebagai korban Human Trafficking. Tiga diantaranya
berstatus pelajar.
c. Pelaku menuduh bahwa gadis yang dia jual sudah tidak perawan.
d. Orangtua dari pelajar korban trafficking tidak
terima dan berencana untuk membuktikan bahwa tuduhan pelaku atas anaknya tidak
benar melalui Tes Keperawanan.
e. Wartawan menyampaikan berita tersebut kepada
Kadisdik Prabumulih karena keenam gadis tersebut masih berstatus sebagai siswi
di SMA di Prabumulih.
f. Kadisdik berkomentar, “Kasus itu menimpa siswi
sekolah dalam beberapa hari terakhir ini sudah cukup pelik. Kita tak mau kasus
itu terulang lagi. Mengenai perlunya Tes Keperawanan bagi siswi sekolah, tentu
kita harus MEMBAHASNYA LAGI.”
g. Berdasarkan komentar Kadisdik mengenai kasus
tersebut timbul penafsiran bahwa
Kemdikbud berwacana untuk melaksanakan Tes Keperawanan sebagai salah satu
syarat penerimaan murid baru tingkat SMA/SMK/Sederajat dan mulai dilaksanakan
di salah satu SMA di Prabumulih tempat siswi yang dituduh sudah tidak perawan
itu bersekolah.
h. pada intinya, Tes Keperawanan tersebut adalah inisiatif
orang tua korban trafficking sendiri.
Dan Kadisdik malah meminta supaya Tes Keperawanan dibahas dulu dalam artian
bukan untuk dimantapkan namun ditinjau ulang apakah perlu atau tidak.
C. Tes
Keperawanan Sebagai Syarat Memasuki SMA/SMK/Sederajat dalam Pandangan TIM
Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari berbagai sumber, dapat disimpulkan bahwa isu
mengenai wacana Tes Keperawanan tersebut tidaklah benar adanya. Sesuai dengan
klarifikasi dari Kemdikbud, isu tersebut muncul akibat dari kesalahpahaman
antara media dan publik terhadap dukungan
moril yang diberikan Kadisdik Kota Prabumulih kepada orangtua sisiwi yang akan
melakukan Tes Keperawanan anaknya secara sepihak. Dukungan ini guna memastikan
apakah siswi yang terjaring dalam razia penggagalan trafficking tersebut belum
terjun dalam praktik Prostitusi.
Dari kasus ini Dapat diambil pelajaran
agar media lebih kritis dan akuntabel dalam menginformasikan berita kepada
publik, sedangkan publik sendiri
harus lebih selektif dalam menyaring informasi dan berhati-hati dalam beropini
terutama di media sosial maupun di media massa lainnya.
Tes Keperawanan tidaklah perlu diadakan sebagai syarat memasuki SMA/SMK/Sederajat, karena apabila hal tersebut direalisasikan maka akan merenggut hak atas
pendidikan yang telah diatur
secara jelas dalam pasal 28C ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, begitu pula dalam
pasal 12 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam
undang-undang tersebut disebutkan begitu mendasarnya hak untuk memperoleh
pendidikan, hingga hak itu diatur dalam konstitusi sebagai hak konstitusi warga
negara. Selain itu, tes keperawanan juga
tidak sesuai dengan prinsip penyelenggaraan pendidikan dalam UU Sistem
Pendidikan Nasional no 20 tahun 20013 pasal 4 ayat 1, yaitu, pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
dan kemajemukan bangsa. Serta pasal 5 ayat 5, yaitu, setiap warga negara berhak
mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Ketika tes keperawanan
menjadi salah satu parameter untuk melakukan seleksi atas layak-tidaknya
seorang siswi melanjutkan pendidikan ke SMA sederajat, hal tersebut secara
nyata telah mencederai hak dan HAM warga negara.
3.
PENUTUP :
Kita telah membandingkan presepsi public yang beredar dan juga hal
sebenarnya yang terjadi di Kota Prabumulih, dimana Awal mula muncul berita
mengenai Wacana tes keperawanan sebagai syarat memasuki SMA/SMK/Sederajat.
Hingga kita dapat mengatakan bahwa wacana ini hanyalah akibat kesimpangsiuran
yang terjadi dalam pemberitaan dan kemudahan beredarnya sebuah berita keseluruh
pelososk negeri. Harapan terwujudnya kerjasama yang baik antar elemen dalam
kehidupan bermasyarakat mengenai sebuah Kasus diharapkan akan lebih ‘dewasa’
lagi setelah di klarifikasinya kasus ini oleh Kemdikbud. Bagaimanapun Tes
Semacam ini tidak layak dijadikan sebagai syarat memasuki SMA/SMK/Sederajat.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusFilenya mau dong mba... sellayuleilani@gmail.com makasih sebelumnya :)
BalasHapusanandasavitri3@gmail.com thanks
BalasHapus