Minggu, 13 Oktober 2013

CERPEN : MAAFKAN JANI, BU...

             Pagi ini aku berencana menyusul teman-teman sekolahku yang sedang melakukan Wisata di Pulau Dewata, mereka berangkat sejak Kemarin sore, begitupun aku seharusnya bersama mereka Kemarin sore, namun Ibuku yang berada di Kampung meneleponku mengatakan agar aku pikir-pikir dulu,

“Bali itu jauh Jan, coba kamu pikir-pikir ongkosnya emang cukup ?”, katanya diseberang sana.
“kalau ibu sekarang menyuruhku Berfikir kenapa kemarin ibu menyetujuinya bu ?”, balasku tak mau kalah.
“ya, karena tadi pagi Ibu dan bapak kepikiran Hutang bapak pada Pamanmu, jadi ibu pikir Sayang uang untuk wisata itu Jan, lebih baik kamu gunakan sebagai kebutuhan sekolahmu,”. Balasnya lirih dari seberang telepon sana,
“yasudahlah bu!. Aku capek!!”. Jawabku ketus dengan langsung mematikan sambungan telepon malam tadi.

               Sekarang sudah pukul 8 Pagi, tapi ibu belum juga meneleponku apakah aku diizinkan Untuk menyusul teman-temanku atau tidak. Aku sms Ibu menanyakan kejelasannya, namun Tidak Terkirim..

                pukul 9 pagi aku melakukan hal yang sama yakni sms Ibu, bahkan kata-kataku sudah semakin Tinggi. Karena ibu tidak merespon juga, aku pun meneleponnya, namun Nomer ibu sedang tidak aktif. Aku semakin jengkel dan aku sms ibu macam-macam, dengan luapan emosi yang tinggi. Sampai pukul 2 siang dimana seharusnya aku sudah berangkat ke Stasiun namun aku masih berusaha menghubungi ibu, waktu seolah sanga cepat berputar, namun ibu belum juga menghubungiku. Airmataku meleleh di Kamar Kos yang aku sewa sejak 1 tahun lalu, saat pertama kali aku dinyatakan diterima disekolah Ini, sekolah Menengah Atas yang Terkenal dan terletak dikota yang mengharuskan aku berpisah dengan keluargaku, termasuk ibu dan ayahku.

                Pukul 4 sore, Ibu belum juga SMS atau menelponku, aku sudah benar-benar akan marah pada Ibu, Lalu tampak pada layar HP ku tanda bahwa SMSku pada Ibu dari pagi baru masuk, artinya Handphone Ibu baru aktif sekarang. Aku semakin emosi dan Merasa kesal. Aku yakin ibu pasti langsung menelponku. Benar saja..

“Hallo, Bu.!”. jawabku.
“Jan kamu jadi berangkat ?”. Tanya ibu,
“Ibu kemana saja, aku Dari tadi pagi mau berangkat Ragu-ragu nunggu kabar dari ibu, harusnya aku berangkat pukul 2 tadi tapi ibu tidak juga mengabariku, Aku kecewa sama ibu!”. Jawabku meluapkan sebagian emosiku.
“Jan, Hp ibu tadi tidak ada sinyalnya dari pagi, kata tetangga Tower dikampung lagi mati nak, Memang kamu yakin Bakalan Berangkat ?” ucapnya.
“iya bu, masa aku sendiri yang tidak.!”. balasku..
“tapi ongkos kamu kan hanya cukup untuk Berangkat saja Nak, untuk pulang kembali tidak cukup, dan Ibu juga belum bisa memastikan Bisa mengirim uang untuk ongkos kamu nak, Ibu lagi tidak memiliki Uang nak,”. Katanya di telepon sana.
“Ntahlah bu, aku tidak mengerti dengan Ibu. Katanya boleh, katanya enggak, sekarang bilang enggak bisa ngasih uang. Aku kecewa sama ibu,”, kataku,,
“Maafkan ibu nak, bapakmu juga tadi baru berangkat kerja lagi untuk lembur nak, Karena kita juga sedang usaha untuk Hutang-hutang Kita nak, jadi mendingan uang kamu digunakan untuk keperluan kamu, dari pada untuk berwisata.” Ucapnya..
“yasudah bu !! nggak papa, biar aja aku sendirian nggak ikut acara Itu, nggak papa.. biar Aku nangis aja di Kosan ini,, biar…..” ibu memotong omonganku
“Jani ! dengerin ibu ya, Kamu tau tadi di jalan, Paman kamu Memaki ayahmu karena belum bisa membayar Hutang dan ayahmu Menangis Pulang nak, Jadi Ibu mohon mengertilah nak, kalau Orangtua berbicara Itu pasti untuk kebaikan, kalau ibu mampu ibu pasti Kasih uang untuk Kamu Senang-senang, tapi sekarang uang sangat sulit dicari.. !”. kata ibu dengan cepat,

              Langsung saja tentu aku melemah, hatiku kacau dan Airmataku yang penuh dengan luapan emosi mengalir, Ayahku bahkan Menangis Karena dimaki Sebab tak bisa membayar hutang, padahal aku tau persis hutang kepada paman itu digunakan untuk keperluanku Membeli perlengkapan Marching Band saat aku mendaftar di Gru Marching sekolah. Aku mengecewakan mereka semua, yang membuat aku tak kuasa menahan malu adalah karena aku tau, dua hari lalu yang mengizinkan aku ikut Acara Wisata adalah Ayah. Bahkan ayah yang member aku ongkos untuk berangkat, katanya Untuk kepulangannya nanti nunggu gaji dari keringatnya yang bekerja sebagai Buruh di kampung.


                Aku seolah tertampar, Seumur hidupku aku tahu ayahku menangis baru 2 kali, yang pertama adalah Saat Nenek, ibu dari ayahku meninggal saat aku kelas 6 SD dan selanjutnya adalah Tadi siang, saat Ia di maki oleh Paman karena Hutang.

“yasudah bu, aku nggak papa sendirian nggak ikut Wisata, aku akan baik-baik saja”. Kataku pada ibu,
“iya, Tolong lah Jan, tolong sekali”. Kata ibu dari jauh sana.
“iya bu, yasudah aku mau makan mie rebus,, aku baru memasak mie”. Kataku sambil menutup telepon.

                Ya Tuhan, apa yang terjadi !!. aku memeluk guling yang ada di tempat tidurku dan menggigit ujungnya sambil menahan isak. Namun lelehan airmata ini justeru terus Mengalir.
“ayah.. ibu.. maafkan Jani ya, Jani Egois !”. isakku dalam Gigitan Guling itu.

_WENDA ALIFULLOH, BANDUNG 13 OKTOBER 2013_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari Budayakan Berkomentar yang Baik, Sopan, dan Ramah, Sesuai Budaya Indonesia.

WENDA ALIFULLOH Produksi 2021