Rabu, 03 April 2013

Laptop Dalam Kehidupan Mahasiswa


1
Oleh LESTARI N SIHOMBING
(Mahasiswa Pendidikan Matematika, FPMIPA 2012)

MAHASISWA mana yang kini tak kenal dengan notebook alias laptop? Laptop adalah komputer bergerak yang berukuran relatif kecil. Beratnya berkisar 1-3 kg, tergantung ukuran, bahan, dan spesifikasi dalam laptop tersebut. Laptop lebih bersifat sebagi komputer pribadi yang memiliki fungsi seperti komputer desktop pada umumnya. Namun, berbeda dengan komputer destop, notebook memiliki komponen pendukung yang didesain secara khusus untuk mengakomodasi sifat komputer jinjing yang portable. Sifat utama yang dimiliki oleh komponen penyusun notebook adalah ukuran yang kecil, hemat konsumsi energi, dan efisien.
Komputer jinjing alias laptop kini bukan lagi dianggap sebagai barang mewah. Di kalangan mahasiswa, laptop bahkan tak ubahnya seperti telepon genggam. Hal itu terlihat dengan semakin maraknya mahasiswa memanfaatkan si mesin canggih itu disudut-sudut ruang kampus. Apakah sekadar tren, ataukah kebutuhan?
Pasalnya, komputer jinjing itu bukan saja termasuk barang mewah tapi juga belum banyaknya mahasiswa yang melek teknologi informasi, termasuk pemanfaatan akses internet untuk kepentingan belajar. Kini, setelah kebutuhan terhadap akses internet tinggi, ditambah kian banyaknya lembaga yang menyediakan fasilitas hotspot (wi-fi), mahasiswa pun mulai sadar bahwa laptop menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hal itu terlihat misalnya dari sejumlah mahasiswa yang “nongkrong” seraya menghadapi laptop di hampir setiap sudut kampus UPI.
Memang, kini tak sulit menemukan mahasiswa yang “bermain” laptop di kampus. Dapat kita lihat misalnya di perpustakaan, kantin, teras ruang kuliah, ruang perkuliahan. Kita akan menemukan sejumlah mahasiswa yang sedang asik di depan layar laptop. Pemandangan ini mungkin memang tak banyak ditemukan pada empat atau lima tahun silam ketika para mahasiswa kuliah.
Kian murahnya gadget yang satu ini diakui turut berkontribusi memuluskan pemerataan teknologi di kalangan mahasiswa. Jika dulu harga seperangkat laptop paling murah sekitar Rp 10 juta –jumlah yang tak sedikit bagi kantong sebagian besar mahasiswa- kini satu unit laptop terbaru bisa dimiliki hanya dengan Rp 3,5 juta. Tentu saja, dibandingkan dengan tuntutan tugas perkuliahan yang padat, terutama bagi mahasiswa tingkat akhir yang harus merampungkan skripsi, harga sebesar itu tak terlampau memberatkan. Mereka pun rela merogoh kocek dalam-dalam sekadar untuk menjinjing sebuah perangkat “pintar” tersebut.
Harga yang murah ditambah fasilitas yang meriah, dengan hadirnya teknologi Wi-Fi (Wireless Fidelity) yang memungkinkan mengakses internet tanpa kabel (nirkable), semakin menarik minat mahasiswa untuk memiliki sebuah laptop. Dengan laptop yang disertai Wi-Fi mahasiswa dapat mengakses internet secara Cuma-Cuma di sejumlah hotspot yang tersebar di berbagai tempat umum, termasuk di kampus. Tak heran, jika teras ruang perkuliahan yang menyediakan hotspot gratis kerap dipadati mahasiswa untuk mengakses internet.
Hampir semua fakultas kini menyediakan layanan hotspot untuk mengakses internet secara gratis. Hanya saja, tak semuanya dibuka untuk umum. Sebagian hotspot fakultas di-protect dengan password. Mahasiswa yang ingin memanfaatkannya pun harus mendaftar terebih dahulu ke penyedia jasa hotspot, dalam hal ini fakultas masing-masing.
Menjamurnya laptop dan tersedianya hotspot di kampus memang perlu disambut positif. Banyak cara positif yang bisa dilakukan mahasiswa dalam memanfaatkan laptop dan internet. Salah satunya dengan memanfaatkannya untuk selalu up to date dengan perkembangan dunia akademik, baik di dalam maupun luar negeri. Wenda, misalnya, melalui internet ia bisa memperluas cakrawalanya dengan mengunduh (download) buku, artikel, dan diktat mata kuliah yang disediakan sejumlah kampus atau lembaga riset di dalam dan luar negeri. Sebagai peminat kajian komunikasi dan media, ia sangat terbantu dengan internet. “Saya bisa memperkaya bahan bacaan dengan mengakses sejumlah website universitas, penerbit, dan lembaga riset di manca negara,” tuturnya.
Tak sulit menemukan bahan kuliah di internet. Melalui mesin pencari (search engine) Google, misalnya, kita dapat menjelajahi jutaan website yang menyediakan tema-tema yang kita butuhkan. Bahkan, kalau sabar dan ulet, Anda bisa menemukan silabus mata kuliah yang kita ambil di UPI dengan matakuliah sejenis di sejumlah universitas dunia. Dengan begitu, kita pun dapat membandingkan keduanya, sehingga bisa memperluas sumber-sumber bacaan yang mendukung.
Sementara itu, dalam Ruang Baca Tempo Edisi 31 Maret 2008 menyebutkan, melalui internet kita juga dapat berburu e-book. Sejumlah website yang menyediakan e-book untuk diunduh secara gratis antara lain: http://books.google.com, http://www.worldlibrary.net, http://www.promo.net/pg/index.html, http://www.gutenberg.net.au, http://www.mslit.com, http://www.bartleby.com, http://www.ulib.org, dan http://onlinebooks.library.upenn.edu. Memang, rata-rata buku yang bisa diunduh secara gratis adalah buku yang hak ciptanya sudah menjadi milik umum (open source). Meski demikian, kita masih bisa melihat versi percobaan (trial) buku-buku terbaru yang aksesnya cuma dibatasi hanya beberapa bab saja.
Kendati menjanjikan manfaat yang besar, sebagai produk teknologi, laptop dan internet tergantung pada penggunanya. Maka pada akhirnya, terpulang pada Anda bagaimana memaknai kian menjamurnya laptop dan bertaburnya hotspot di kampus peradaban ini. Sebagai manusia yang cerdas, seharusnya kita nggak melihat kemajuan teknologi dari kacamata ego – apalagi gengsi. Jangan memiliki sesuatu hanya demi menaikkan gengsi. Lihatlah produk teknologi sebagai alat penunjang keperluan hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari Budayakan Berkomentar yang Baik, Sopan, dan Ramah, Sesuai Budaya Indonesia.

WENDA ALIFULLOH Produksi 2021