CERPEN : "Saat sahabat adalah..."
WENDA ALIFULLOH
Selasa, April 15, 2014
aku sudah sangat lama bersahabat
dengannya, dia adalah satu-satunya sahabat yang aku punya dimana tak ada yang
bisa menandingi kesetiaannya kepadaku, bagaimana tidak. Aku mengetahui semua
rahasianya, dia pun juga mengetahui semua rahasiaku, tanpa terkecuali. Aku
sendiri bingung mengapa aku begitu mempercayainya sebagai sahabatku, tanpa
perasaan ragu sedikitpun. Kadang aku berfikir kapan pastinya kami menyatakan
bersahabat, mungkin saat SD atau TK atau bahkan saat bayi, entahlah mungkin
sejak lahir kami sudah bersahabat.
Kebersamaanku
dengannya begitu dekat, bahkan soal makan aku selalu rela berbagi dengannya,
dia pun demikian selalu berbagi denganku, bahkan ketika aku memegang daftar
menu sebuah rumah makan, dengan tepat dia dapat menebak apa yang akan aku
pesan. Itulah persahabatan kami. Kami selalu bersama, saat disekolah, dan
dimanapun. Sering juga ia ikut tidur bersamaku, dikamar-ku atau kamarnya.
Dari
semua itu tentu tetap ada yang membedakan kami, kalau aku cenderung pendiam dan
tenang, sedangkan dia sangat bertolak belakang, dia sangat urakan. Meskipun
soal prestasi belajar, kami tidak jauh berbeda, selalu jadi yang terbaik. Hanya
saja dia lebih baik menurutku, sebab dia mampu menangani Dodi, teman sekelasku
yang sering sekali menganggu kami. Aku
sendiri tidak mengerti mengapa aku dan dia yang dipilih oleh Dodi untuk
diganggu dari sekian banyak siswa disekolah ini. mungkin karena penampilanku
yang selalu rapi, sangking rapinya banyak yang sering berceletuk ‘CULUN’
Padaku, sedangkan dia, mengapa dia juga ikut diganggu Dodi. Tentu karena dia
dekat denganku, dia bersahabat denganku. Secara tidak mungkin karena gaya
berpakaiannya, seperti aku sudah jelaskan dia sangat bertolak belakang dariku,
aku yang selalu rapid an terkesan culun, sedangkan dia selalu santai dan
terkesan urakan.
2
jam berlalu sejak aku di rumah setelah pulang dari sekolah, Mukaku masih pedih.
Pedih karena pukulan Dodi kepadaku di sekolah tadi saat jam pulang, ini karena
aku mengikuti perintah sahabatku itu, sebanarnya kalau aku bersikap biasa saja
pada Dodi saat dia menyuruhku mengerjakan PR Matematikanya tentu aku tak akan
dipukulinya, tapi karena dorongan sahabatku untuk menolak, maka aku
melakukannya, bahkan dengan sangat lembut.
“maaf
Dod, saya nggak bisa terus-terusan buat PR Kamu, kan kamu harus belajar
juga..”, ucapku pelan.
“oh..
sudah mulai berani nolak, kamu ya. ! pinter itu dibagi-bagi dong, CULUN !!”,
Bentak Dodi keras.
“kalau
kamu mau belajar bareng ayok aja, nanti pasti aku ajarin.”. balasku lagi sambil
menahan gemetar.
“Kerjain
atau kamu bakal nyesel karena nolak buat ngerjain !!?”. katanya lagi dengan
nada yang lebih keras.
“nggak
bisa Dod !”, ucapku sembari mengingat wajah sahabatku yang memerintahkanku
untuk melawan.
Dodi
diam, tidak ada balasan sekian menit, tiba-tiba sebuah tonjokan keras khas anak
SMA mendarat di pipiku. Dan dia pergi dengan meninggalkan buku PR-nya
ditanganku. Sedangkan wajahku tentu berdarah, sebab pukulan itu sangat keras.
Bahkan aku merasakan rahangku ngilu, aku ingin sekali menangis. Tapi aku malu,
sebab ini masih dilingkungan sekolah.
Setelah
sampai dirumah, ternyata Sahabatku sudah menungguku di dalam kamarku, tentu
tanpa aku bercerita dia sudah tahu dengan pasti apa yang terjadi pada wajahku
ini, sembari mengaca untuk memperhatikan lukaku, dia pun memecah eheningan
siang itu dikamarku. !
“Ini
pasti ulah Dodi kan!!”, katanya dengan nada marah,
“iyalah..
siapa lagi.. ”, balasku lemah.
“kok
kamu diam aja si !”, ungkapnya dengan geram.
“aku
tidak diam, aku tadi lakukan apa yang kamu sarankan untuk tidak mau
disuruh-suruh Dodi lagi, tapi dia justeru menghajar wajahku”, balasku lirih.
“maksudku
tidak mau disuruh-suruh itu jangan hanya nolak, tapi kamu juga harus berani
melawan dia saat seperti ini. kamu inget ini udah yang keberapa sejak kamu
disekoah ini ?”, katanya keras dengan berapi apai, “ingat kejadian saat ospek
hari terakhir, ketika kamu dipermalukan didepan seleuruh peserta ospek ?. atau
saat pelajaran olahraga dia menendang kamu dengan bola dan kamu pingsan ?. atau
saat pertandingan olahraga dimana kamu diminta menjadi timnya tetapi kamu
justeru jadi anak bola bak jongos yang ngambilin bola saat out ?, ayolah. Mau
sampai kapan Wan !”. lanjutnya semakin menjadi, tentu membuat aku mengingat
semua kejadian-kejadian yang Dodi lakukan untukku, sudah tak bisa kuhitung
dengan jari-jariku. Sakit rasanya, sakit sekali. Tapi tentu, kalau sakit masih
bisa kutahan tapi Malu. Siapa bisa melawan. Saat semua orang menatapku dengan
iba,. Bodohnya aku, diam saja saat guru-guru merasa ada yang aneh pada
perlakuan Dodi terhadapku. Saat guru BK memanggilku, saat walikelas
menasihatiku. Ahh…
“aku
tau !, tapi aku tak seperti kamu yang kuat dan pemberani, yan !”, bentakku pada
Alfian, sahabatku itu.
“kamu
baru saja membentaku, ! kamu berani, kamu itu bisa melawan dia Wan.”, ucap Alfian
padaku.
“aku..
aku takut nggak bisa yan, aku terlalu
penakut untuk seorang Dodi !”. kataku sembari melinangkan airmata.
“Dewan
! kamu itu laki-laki sama seperti aku dan Dodi, kamu harus bisa lawan dia. Aku
akan bantu kamu, besok aku akan terus bersamamu, sekarang kamu tidak perlu
mengerjakan PR itu. biarkan saja dia marah. Dia sudah kelewat batas
memperlakukan kamu. Kamu harus berani lawan dia !”, ucap Alfian padaku dengan
tatapan nanar penuh emosi.
“tapi
kamu harus janji, kamu harus melakukan lebih banyak untuk melawan dia, aku
takut yan, takut sekali dengan dia.”, ucapku keras dan penuh isak. Mungkin
sangat keras, sampai-sampai Ibu tiriku mengetuk kamarku, dan berseru..
“Dewan..
kamu kenapa nak ?.” ucapnya lembut. Lembut, tapi tak pernah selembut Ibu
kandungku yang telah meninggalkanku sendirian di dunia ini. hanya dengan ayah,
ayah yang aku bahkan tak pernah suka sejak dia memilih Wanita lain sebagai
pengganti ibuku. !
“nggak
papa Ma.”. kataku dari dalam kamar.
“mama
paksa masuk, kalau kamu nggak buka pintu. !”, balasnya dari luar, terdengar
raut kekhuwatiran disana. Tapi aku tak peduli. Aku membuka pintu dan mmebiarkan
ibu tiriku menatapku dengan airmata ini,
“kamu
kenapa sayang ?. kenapa kamu teriak dan bicara sendiri ?”. ucapnya lirih
merangkulku yang penuh dengan emosi. Sembari matanya melihat keseisi kamarku.
Aku pun memperhatikan seisi kamarku, ternyata Alfian tidak ada, pantas saja ibu
tiriku mengira aku berbicara sendiri. Mungkin Alfian takut, sehingga ia
bersembunyi delemariku.
“nggak
papa ma, aku baik-baik aja, Cuma tadi jatuh dan pipiku kena batu, jadi agak
memar”. Kataku berbohong.
“Dewan..
kamu kalau ada apa-apa cerita sama mama donk, mama disini kan sebagai ibu kamu,
mama sayang sama kamu, nak. Yaudah sekarang kamu istirahat aja, nanti mama bawa
obat buat kamu ya..”, katanya lirih penuh kasih sayang. Aku agak tenang, tapi
aku masih terus egois dengan tidak akan menerima ibu lain untukku, karena
bagiku ibu hanya ada satu.
Sebenarnya
aku cukup tahu bahwa ibu tiriku itu sayang sekali padaku, hanya saja Alfian
yang ikut menilai ibuku mengatakan bahwa ibu tiri itu jahat. Sehingga saat aku
hamper luluh, Selalu saja ada Alfian yang mengingatkanku. Bagaimanapun algfian
adalah sahabatku sejak kecil, sahabat yang telah ada sejak ibu kandungku masih
hidup, jadi mungkin dia tau tentang keluargaku ini. entahlah, tiba-tiba aku
lelah..
Pagi ini aku dan Alfian sudah
membulatkan tekad, kami berangkat bersama-sama dari rumahku menuju sekolah dan
bersiap menghadapi Dodi. Aku sudah melakukan apa yang Alfian perintahkan untuk
tidak mengerjakan PR Dodi, dan Alfian
sendiri sudah menjamin keselamatanku hari itu, dia bilang selalu membawa
senjata rahasia ditasnya sambil tersenyum santai padaku pagi tadi.
Waktu
pengumpulan PR matematika menjadi waktu yang mendebarkan bagiku, karena aku
benar-benar tidak membuat PR Dodi, aku mengumpulkan Buku PR ku yang terisi
penuh oleh jawaban dan Buku PR Dodi yang sama sekali tanpa jawaban. Akhirnya
saat Pak Alam mengkoreksi dan sampai di bagian Dodi beliau marah besar pada Dodi.
Tentu kami puas, aku dan Alfian agak merasa senang karena Dodi mendapat balasan
dengan dijemur dilapangan sekolah sampai jam matematika berakhir. Seusai bel
pulang sekolah menjadi hal yang Aku dan Alfian nantikan, bagaimana tidak, kami
telah menduga-duga apa yang akan Dodi lakukan padaku siang ini,
“WAN
!”. Bentak sesorang dari belakangku. Itu suara Dodi. Dia berlari menghampiriku
dan langsung menarikku ke Toilet, aku sudah menebak bahwa dia akan melakukan
ini, namun kali ini, aku sedikit tenang sebab Alfian disampingku.
“Wan,
kamu boleh buat aku dihukum tadi pagi ! tapi sekarang gentian kamu yang harus terima
balasan dariku !”, kata Dodi keras padaku dengan muka penuh amarah. Aku melihat
kearah Alfian, dia membisikanku kata-kata untuk membalas ucapan Dodi.
“balasan
?. kamu kira dengan kamu dijemur dilapangan cukup untuk mengganti semua hal
yang kamu lakukan ke aku ?. ! ENGGAK SAMA SEKALI, DOD!” Bentakku. Dengan amat
keras. Dan Sebuah hantaman aku terima di pipi kananku.
“kurang
ajar, berani ya Bentak-bentak sambil melotot gitu !!”, katanya dengan keras.
Nyaliku menciut dan aku benar-benar menangis ketakutan. Lalu aku berbisik pada Alfian
untuk meneruskan semua ini. tanpa pikir panjang Alfian merogoh saku celananya
dan mengeluarkan pisau dapur kecil dan langsung menusukkan pada leher Dodi. Aku
melihat dengan jelas Dodi kesakitan dan mencoba berteriak, namun tidak cukup
kuat dan dia tersungkur dengan pisau masih tertancap di lehernya. Aku pergi
meninggalkan dia di toilet itu, sendiri !.
Aku
diam dikamarku, sebab aku takut kehilangan Alfian sahabatku yang pemberani yang
rela membelaku sampai seperti itu. karena aku tau, pasti polisi akan dengan
mudah melacak keberadaan Alfian dari sidik jari di gagang pisau itu. ah
jahatnya aku membuat Alfian harus terlibat dalam masalahku. Dan yang membuatku
semakin takut adalah, Alfian tidak mengunjungiku siang ini, Kami berpisah sejak
dia menusukkan pisau itu keleher Dodi, dia menghilang dari toilet itu..
Keesokan harinya.
Aku
sedang bersembunyi di Gudang Sekolah. Dan Aku menuliskan ini ;
“aku takut, takut dengan semua ini. aku cukup
tersiksa dengan keberadaan ibu tiri, meskipun aku tahu ibu tiriku ini sangat
menyayangiku. Ditambah lagi Dodi, teman sekolah yang tak pantas kusebut teman,
puluhan pukulan aku rasakan dari tangannya, Berbagai perintah harus aku lakukan
demi aku menyelamatkan diriku. Tapi ketakutan itu selalu saja dapat hilang saat
Alfian sahabat dekatku menasihatiku, membimbingku, dan memerintahkanku untuk
melawan.
Tadi, tanpa sengaja aku mendengar
percakapan petugas polisi dengan kepala sekolah, bahwa pelaku pembunuhan itu
ditemukan, aku takut kehilangan Alfian, tetapi justeru yang membuatku terkejut.
Mereka akan menangkapku, katanya sidik jari itu sidik jariku. Aku benar-benar
tak mengerti, dan aku tak sanggup lagi, dan saat seperti ini, sahabatku Alfian
tak juga menemuiku untuk memberikan solusi dari hal ini sebagaimana ia
memberiku solusi untuk maslahku dengan Dodi.
mungkin saat surat ini ditemukan aku sudah tak
ada lagi di dunia ini, setidaknya aku bisa menjalani hari tanpa kekerasan dari
teman-teman seperti Dodi. Apabila kalian bertemu Alfian, mungkin kalian bisa
bertanya banyak tentang ku padanya.”.
lalu
aku memotong urat nadiku dengan pisau bedah yang aku ambil dari lab Biologi
tadi, tiba-tiba tubuhku mengajang dan seakan kaku. Nyaris gelap, anehnya aku
dapat melihat Alfian. Kali ini Alfian justeru keluar dari tubuhku dengan senyum
piciknya dan lengkap dengan seragam sekolah seperti yang aku pakai. Aku masih
tidak mengerti tentang Alfian yang tiba-tiba ada sampai aku membaca nama
diseragam yang dikenakan olehnya dengan sisa-sisa tenagaku.
“DEWAN
ALFIAN RAHMADI…”, Deg ! itu nama lengkapku. Tunggu disana ada Dewan dan ada
Alfian. Oh tidak, jadi selama ini.. Alfian adalah…
Dan semua gelap !
WENDA ALIFULLOH, 24/2/14.23.21