Selasa, 15 April 2014

CERPEN : "Saat sahabat adalah..."

Selasa, April 15, 2014
aku sudah sangat lama bersahabat dengannya, dia adalah satu-satunya sahabat yang aku punya dimana tak ada yang bisa menandingi kesetiaannya kepadaku, bagaimana tidak. Aku mengetahui semua rahasianya, dia pun juga mengetahui semua rahasiaku, tanpa terkecuali. Aku sendiri bingung mengapa aku begitu mempercayainya sebagai sahabatku, tanpa perasaan ragu sedikitpun. Kadang aku berfikir kapan pastinya kami menyatakan bersahabat, mungkin saat SD atau TK atau bahkan saat bayi, entahlah mungkin sejak lahir kami sudah bersahabat.
                Kebersamaanku dengannya begitu dekat, bahkan soal makan aku selalu rela berbagi dengannya, dia pun demikian selalu berbagi denganku, bahkan ketika aku memegang daftar menu sebuah rumah makan, dengan tepat dia dapat menebak apa yang akan aku pesan. Itulah persahabatan kami. Kami selalu bersama, saat disekolah, dan dimanapun. Sering juga ia ikut tidur bersamaku, dikamar-ku atau kamarnya.
                Dari semua itu tentu tetap ada yang membedakan kami, kalau aku cenderung pendiam dan tenang, sedangkan dia sangat bertolak belakang, dia sangat urakan. Meskipun soal prestasi belajar, kami tidak jauh berbeda, selalu jadi yang terbaik. Hanya saja dia lebih baik menurutku, sebab dia mampu menangani Dodi, teman sekelasku yang sering sekali menganggu kami.  Aku sendiri tidak mengerti mengapa aku dan dia yang dipilih oleh Dodi untuk diganggu dari sekian banyak siswa disekolah ini. mungkin karena penampilanku yang selalu rapi, sangking rapinya banyak yang sering berceletuk ‘CULUN’ Padaku, sedangkan dia, mengapa dia juga ikut diganggu Dodi. Tentu karena dia dekat denganku, dia bersahabat denganku. Secara tidak mungkin karena gaya berpakaiannya, seperti aku sudah jelaskan dia sangat bertolak belakang dariku, aku yang selalu rapid an terkesan culun, sedangkan dia selalu santai dan terkesan urakan.
                2 jam berlalu sejak aku di rumah setelah pulang dari sekolah, Mukaku masih pedih. Pedih karena pukulan Dodi kepadaku di sekolah tadi saat jam pulang, ini karena aku mengikuti perintah sahabatku itu, sebanarnya kalau aku bersikap biasa saja pada Dodi saat dia menyuruhku mengerjakan PR Matematikanya tentu aku tak akan dipukulinya, tapi karena dorongan sahabatku untuk menolak, maka aku melakukannya, bahkan dengan sangat lembut.
                “maaf Dod, saya nggak bisa terus-terusan buat PR Kamu, kan kamu harus belajar juga..”, ucapku pelan.
                “oh.. sudah mulai berani nolak, kamu ya. ! pinter itu dibagi-bagi dong, CULUN !!”, Bentak Dodi keras.
                “kalau kamu mau belajar bareng ayok aja, nanti pasti aku ajarin.”. balasku lagi sambil menahan gemetar.
                “Kerjain atau kamu bakal nyesel karena nolak buat ngerjain !!?”. katanya lagi dengan nada yang lebih keras.
                “nggak bisa Dod !”, ucapku sembari mengingat wajah sahabatku yang memerintahkanku untuk melawan.
                Dodi diam, tidak ada balasan sekian menit, tiba-tiba sebuah tonjokan keras khas anak SMA mendarat di pipiku. Dan dia pergi dengan meninggalkan buku PR-nya ditanganku. Sedangkan wajahku tentu berdarah, sebab pukulan itu sangat keras. Bahkan aku merasakan rahangku ngilu, aku ingin sekali menangis. Tapi aku malu, sebab ini masih dilingkungan sekolah.
                Setelah sampai dirumah, ternyata Sahabatku sudah menungguku di dalam kamarku, tentu tanpa aku bercerita dia sudah tahu dengan pasti apa yang terjadi pada wajahku ini, sembari mengaca untuk memperhatikan lukaku, dia pun memecah eheningan siang itu dikamarku. !
                “Ini pasti ulah Dodi kan!!”, katanya dengan nada marah,
                “iyalah.. siapa lagi.. ”, balasku lemah.
                “kok kamu diam aja si !”, ungkapnya dengan geram.
                “aku tidak diam, aku tadi lakukan apa yang kamu sarankan untuk tidak mau disuruh-suruh Dodi lagi, tapi dia justeru menghajar wajahku”, balasku lirih.
                “maksudku tidak mau disuruh-suruh itu jangan hanya nolak, tapi kamu juga harus berani melawan dia saat seperti ini. kamu inget ini udah yang keberapa sejak kamu disekoah ini ?”, katanya keras dengan berapi apai, “ingat kejadian saat ospek hari terakhir, ketika kamu dipermalukan didepan seleuruh peserta ospek ?. atau saat pelajaran olahraga dia menendang kamu dengan bola dan kamu pingsan ?. atau saat pertandingan olahraga dimana kamu diminta menjadi timnya tetapi kamu justeru jadi anak bola bak jongos yang ngambilin bola saat out ?, ayolah. Mau sampai kapan Wan !”. lanjutnya semakin menjadi, tentu membuat aku mengingat semua kejadian-kejadian yang Dodi lakukan untukku, sudah tak bisa kuhitung dengan jari-jariku. Sakit rasanya, sakit sekali. Tapi tentu, kalau sakit masih bisa kutahan tapi Malu. Siapa bisa melawan. Saat semua orang menatapku dengan iba,. Bodohnya aku, diam saja saat guru-guru merasa ada yang aneh pada perlakuan Dodi terhadapku. Saat guru BK memanggilku, saat walikelas menasihatiku. Ahh…
                “aku tau !, tapi aku tak seperti kamu yang kuat dan pemberani, yan !”, bentakku pada Alfian, sahabatku itu.
                “kamu baru saja membentaku, ! kamu berani, kamu itu bisa melawan dia Wan.”, ucap Alfian padaku.
                “aku.. aku  takut nggak bisa yan, aku terlalu penakut untuk seorang Dodi !”. kataku sembari melinangkan airmata.
                “Dewan ! kamu itu laki-laki sama seperti aku dan Dodi, kamu harus bisa lawan dia. Aku akan bantu kamu, besok aku akan terus bersamamu, sekarang kamu tidak perlu mengerjakan PR itu. biarkan saja dia marah. Dia sudah kelewat batas memperlakukan kamu. Kamu harus berani lawan dia !”, ucap Alfian padaku dengan tatapan nanar penuh emosi.
                “tapi kamu harus janji, kamu harus melakukan lebih banyak untuk melawan dia, aku takut yan, takut sekali dengan dia.”, ucapku keras dan penuh isak. Mungkin sangat keras, sampai-sampai Ibu tiriku mengetuk kamarku, dan berseru..
                “Dewan.. kamu kenapa nak ?.” ucapnya lembut. Lembut, tapi tak pernah selembut Ibu kandungku yang telah meninggalkanku sendirian di dunia ini. hanya dengan ayah, ayah yang aku bahkan tak pernah suka sejak dia memilih Wanita lain sebagai pengganti ibuku. !
                “nggak papa Ma.”. kataku dari dalam kamar.
                “mama paksa masuk, kalau kamu nggak buka pintu. !”, balasnya dari luar, terdengar raut kekhuwatiran disana. Tapi aku tak peduli. Aku membuka pintu dan mmebiarkan ibu tiriku menatapku dengan airmata ini,
                “kamu kenapa sayang ?. kenapa kamu teriak dan bicara sendiri ?”. ucapnya lirih merangkulku yang penuh dengan emosi. Sembari matanya melihat keseisi kamarku. Aku pun memperhatikan seisi kamarku, ternyata Alfian tidak ada, pantas saja ibu tiriku mengira aku berbicara sendiri. Mungkin Alfian takut, sehingga ia bersembunyi delemariku.
                “nggak papa ma, aku baik-baik aja, Cuma tadi jatuh dan pipiku kena batu, jadi agak memar”. Kataku berbohong.
                “Dewan.. kamu kalau ada apa-apa cerita sama mama donk, mama disini kan sebagai ibu kamu, mama sayang sama kamu, nak. Yaudah sekarang kamu istirahat aja, nanti mama bawa obat buat kamu ya..”, katanya lirih penuh kasih sayang. Aku agak tenang, tapi aku masih terus egois dengan tidak akan menerima ibu lain untukku, karena bagiku ibu hanya ada satu.
                Sebenarnya aku cukup tahu bahwa ibu tiriku itu sayang sekali padaku, hanya saja Alfian yang ikut menilai ibuku mengatakan bahwa ibu tiri itu jahat. Sehingga saat aku hamper luluh, Selalu saja ada Alfian yang mengingatkanku. Bagaimanapun algfian adalah sahabatku sejak kecil, sahabat yang telah ada sejak ibu kandungku masih hidup, jadi mungkin dia tau tentang keluargaku ini. entahlah, tiba-tiba aku lelah..

Pagi ini aku dan Alfian sudah membulatkan tekad, kami berangkat bersama-sama dari rumahku menuju sekolah dan bersiap menghadapi Dodi. Aku sudah melakukan apa yang Alfian perintahkan untuk tidak mengerjakan PR  Dodi, dan Alfian sendiri sudah menjamin keselamatanku hari itu, dia bilang selalu membawa senjata rahasia ditasnya sambil tersenyum santai padaku pagi tadi.
                Waktu pengumpulan PR matematika menjadi waktu yang mendebarkan bagiku, karena aku benar-benar tidak membuat PR Dodi, aku mengumpulkan Buku PR ku yang terisi penuh oleh jawaban dan Buku PR Dodi yang sama sekali tanpa jawaban. Akhirnya saat Pak Alam mengkoreksi dan sampai di bagian Dodi beliau marah besar pada Dodi. Tentu kami puas, aku dan Alfian agak merasa senang karena Dodi mendapat balasan dengan dijemur dilapangan sekolah sampai jam matematika berakhir. Seusai bel pulang sekolah menjadi hal yang Aku dan Alfian nantikan, bagaimana tidak, kami telah menduga-duga apa yang akan Dodi lakukan padaku siang ini,
                “WAN !”. Bentak sesorang dari belakangku. Itu suara Dodi. Dia berlari menghampiriku dan langsung menarikku ke Toilet, aku sudah menebak bahwa dia akan melakukan ini, namun kali ini, aku sedikit tenang sebab Alfian disampingku.
                “Wan, kamu boleh buat aku dihukum tadi pagi ! tapi sekarang gentian kamu yang harus terima balasan dariku !”, kata Dodi keras padaku dengan muka penuh amarah. Aku melihat kearah Alfian, dia membisikanku kata-kata untuk membalas ucapan Dodi.
                “balasan ?. kamu kira dengan kamu dijemur dilapangan cukup untuk mengganti semua hal yang kamu lakukan ke aku ?. ! ENGGAK SAMA SEKALI, DOD!” Bentakku. Dengan amat keras. Dan Sebuah hantaman aku terima di pipi kananku.
                “kurang ajar, berani ya Bentak-bentak sambil melotot gitu !!”, katanya dengan keras. Nyaliku menciut dan aku benar-benar menangis ketakutan. Lalu aku berbisik pada Alfian untuk meneruskan semua ini. tanpa pikir panjang Alfian merogoh saku celananya dan mengeluarkan pisau dapur kecil dan langsung menusukkan pada leher Dodi. Aku melihat dengan jelas Dodi kesakitan dan mencoba berteriak, namun tidak cukup kuat dan dia tersungkur dengan pisau masih tertancap di lehernya. Aku pergi meninggalkan dia di toilet itu, sendiri !.
                Aku diam dikamarku, sebab aku takut kehilangan Alfian sahabatku yang pemberani yang rela membelaku sampai seperti itu. karena aku tau, pasti polisi akan dengan mudah melacak keberadaan Alfian dari sidik jari di gagang pisau itu. ah jahatnya aku membuat Alfian harus terlibat dalam masalahku. Dan yang membuatku semakin takut adalah, Alfian tidak mengunjungiku siang ini, Kami berpisah sejak dia menusukkan pisau itu keleher Dodi, dia menghilang dari toilet itu..
Keesokan harinya.
                Aku sedang bersembunyi di Gudang Sekolah. Dan Aku menuliskan ini ;
“aku takut, takut dengan semua ini. aku cukup tersiksa dengan keberadaan ibu tiri, meskipun aku tahu ibu tiriku ini sangat menyayangiku. Ditambah lagi Dodi, teman sekolah yang tak pantas kusebut teman, puluhan pukulan aku rasakan dari tangannya, Berbagai perintah harus aku lakukan demi aku menyelamatkan diriku. Tapi ketakutan itu selalu saja dapat hilang saat Alfian sahabat dekatku menasihatiku, membimbingku, dan memerintahkanku untuk melawan.
Tadi, tanpa sengaja aku mendengar percakapan petugas polisi dengan kepala sekolah, bahwa pelaku pembunuhan itu ditemukan, aku takut kehilangan Alfian, tetapi justeru yang membuatku terkejut. Mereka akan menangkapku, katanya sidik jari itu sidik jariku. Aku benar-benar tak mengerti, dan aku tak sanggup lagi, dan saat seperti ini, sahabatku Alfian tak juga menemuiku untuk memberikan solusi dari hal ini sebagaimana ia memberiku solusi untuk maslahku dengan Dodi.
mungkin saat surat ini ditemukan aku sudah tak ada lagi di dunia ini, setidaknya aku bisa menjalani hari tanpa kekerasan dari teman-teman seperti Dodi. Apabila kalian bertemu Alfian, mungkin kalian bisa bertanya banyak tentang ku padanya.”.
                lalu aku memotong urat nadiku dengan pisau bedah yang aku ambil dari lab Biologi tadi, tiba-tiba tubuhku mengajang dan seakan kaku. Nyaris gelap, anehnya aku dapat melihat Alfian. Kali ini Alfian justeru keluar dari tubuhku dengan senyum piciknya dan lengkap dengan seragam sekolah seperti yang aku pakai. Aku masih tidak mengerti tentang Alfian yang tiba-tiba ada sampai aku membaca nama diseragam yang dikenakan olehnya dengan sisa-sisa tenagaku.
                “DEWAN ALFIAN RAHMADI…”, Deg ! itu nama lengkapku. Tunggu disana ada Dewan dan ada Alfian. Oh tidak, jadi selama ini.. Alfian adalah…
Dan semua gelap !

WENDA ALIFULLOH, 24/2/14.23.21

WENDA ALIFULLOH Produksi 2021